BeritaPapua.co, Jayapura — Kejaksaan Tinggi Papua Barat diminta untuk segera memprioritaskan dugaan korupsi dana hibah pemda ke KONI kabupaten Sorong Selatan.
Mengingat dana APBD Pemda Sorsel ke KONI Sorsel dari tahun 2016 sampai 2021 sebanyak Rp. 10 miliar lebih, namun penggunaan dana itu tidak melalui rapat pengurus dan juga tidak pernah ada rapat pengurus KONI untuk membahas program kegiatan maupun penggunaan dana tersebut.
Hal itu kembali ditegaskan oleh Ketua Komisi Pembibitan dan Pemanduan Bakat KONI Sorong Selatan (Sorsel), Mesak Kokorule kepada awak media BeritaPapua.co melalui telepon selulernya, Selasa (9/8/22).
“Kami meminta supaya bapak kejaksaan tinggi provinsi Papua Barat harus memberikan kasus ini sebagai kasus prioritas, mengingat kalau kita melihat sejumlah dana-dana ada ini, sudah menyangkut pengurus yang cukup banyak karena, semua pengurus KONI Sorong Selatan adalah pejabat di Pemda karena menyangkut nama baik dan kredibilitas ASN ini, sehingga tidak di cap bahwa kita semua ramai-ramai menggunakan uang itu,” ujarnya.
Pasalnya, kata Mesak berdasarkan SK (Surat Keputusan) oleh mantan Gubernur Papua Barat, Abraham Oktavianus Ataruri sejak tahun 2016 hingga 2021, pengurus KONI Sorsel tidak pernah menerima SK lagi dan juga tak pernah ada penjelasan terkait pengurus KONI hingga saat ini.
Apalagi pada pemberitaan di media online dan juga apel oleh Bupati Sorsel yang tak tahu aliran penggunaan dana tersebut, sehingga dirinya terus memohon agar kasus tersebut betul-betul diprioritaskan.
“Sehingga terkesan di masyarakat bahwa kami ramai-ramai sudah menyalahgunakan anggaran tersebut dari APBD Sorong Selatan ada dugaan tindak pidana korupsi,” katanya.
Kata Kokorule, disisi lain ketua KONI yang juga selaku Bupati Sorong Selatan tak mengetahui siapa yang menggunakan, ada di OPD mana. Pertanyaannya siapa yang pergi mencairkan, menandatangani cek pencairan dana KONI.
“Sekarang dana ini kalau pak ketua tidak tahu siapa yang mengambil uang ini dan menggunakan uang ini dan jumlah uang ini tidak ada aktifitas olahraga yang khusus kepada pembinaan baik itu pemain, bayar pelatih, atlit ataupun di klub-klub lain, saya kira tidak sampai sebesar itu, tidak mungkin tidak ada dana sisa dari setiap tahun itu, tidak mungkin dana dihabis pakai, pasti ada sisa dana,” beber Mesko.
Mesak juga menyampaikan beberapa kejanggalan dalamĀ penggunaan dana yang dilakukan oleh wakil bendahara.
“Bendahara mau ke Bank buka spesimen tapi ditolak karena sudah dibuka oleh saudara wakil bendahara yang berfungsi untuk mengelola dana-dana tangani tugas bendahara adalah wakil bendahara, tanpa sepengetahuan bendahara dan bendahara tidak pernah membuat pengunduran diri dalam bentuk surat dan lain sebagainya,” papar Kokorule.
Ia pun meragukan dan juga mempertanyakan keabsahan tandatangan pada Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).
“Naskah perjanjian hibah daerah sepertinya baru dibuat dan diragukan keabsahan tandatangan pada NPHD. Ini perlu dipertanyakan mulai dari tahun 2016, 2017, 2018, 2019 karena di tahun 2021, 2022 itu orang lain,” ujarnya.
Mesko juga meminta jika memang sudah terbukti, Kejati Papua Barat segera meningkatkan kasus tersebut.
“Kami minta ini harus dibuka, dilakukan pemeriksaan dan kalau memang sudah ada bukti-bukti jelas untuk ditingkatkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan maka bisa digelarkan perkara sehingga ada tersangka untuk diproses lanjut,” pintanya.
Mesak Kokorule juga memberikan apresiasi kepada kejaksaan tinggi Papua Barat, “sepanjang melakukan semua ini sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku di republik ini,” tukasnya.
(RT)