Berita Papua, Jayapura — Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua mengeluarkan siaran pers pada Kamis (12/10/2024), menuntut pencabutan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 835 Tahun 2024.
LBH Papua menganggap bahwa SK tersebut melanggar hak ulayat Masyarakat Adat Marind di Merauke, Papua Selatan.
Direktur LBH Papua, Emanuel Gobay menyebut bahwa SK yang diterbitkan pada 12 Juli 2024 itu telah melanggar hukum dan hak asasi masyarakat adat.
“SK ini diterbitkan secara sewenang-wenang dan melawan hukum karena dilakukan tanpa sepengetahuan Masyarakat Adat Papua,” tegas Gobay.
Kata Gobay. SK tersebut memberikan persetujuan penggunaan kawasan hutan seluas 13.540 hektar di Kabupaten Merauke untuk kegiatan pembangunan sarana dan prasarana ketahanan pangan dalam rangka pertahanan dan keamanan atas nama Kementerian Pertahanan RI.
Dugaan Pelanggaran HAM
LBH Papua bersama LBH Papua Pos Merauke, yang menjadi kuasa hukum Marga Kwipalo dan beberapa marga terdampak lainnya, telah mengadukan kasus ini ke Komnas HAM RI Perwakilan Papua pada 11 Oktober 2024.
Pengaduan tersebut telah terdaftar dengan nomor agenda 155091.
“Kami meminta Ketua Komnas HAM RI Pusat dan Perwakilan Papua segera membentuk tim investigasi atas dugaan pelanggaran HAM, khususnya terkait hak ulayat Masyarakat Adat Papua,” ujar Gobay.
Tuntutan LBH Papua
Dalam siaran persnya, LBH Papua menuntut beberapa hal:
Presiden RI diminta segera menghentikan Proyek Strategis Nasional di Merauke.
Menteri LHK diminta mencabut SK Nomor 835 Tahun 2024.
Sepuluh perusahaan yang terlibat diminta menghentikan praktik pelanggaran hak ulayat Masyarakat Adat Marind.
Panglima TNI diminta membubarkan lima batalyon infantri yang akan mendukung proyek tersebut.
Kekhawatiran Pelanggaran HAM Berat
LBH Papua mengkhawatirkan terjadinya pelanggaran HAM berat, mengingat adanya pelibatan TNI dalam proyek ini.
“Pelibatan TNI dalam kegiatan bisnis Proyek Strategis Nasional di Merauke jelas-jelas dilarang sesuai UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI,” tegas Gobay.
(Redaksi)