Berita Papua, Jayapura — Sekretaris Dewan Adat Sarmi, Adrianus Sewanso, menegaskan hasil seleksi calon anggota DPRK Papua untuk daerah pemilihan Sarmi harus digugurkan dan dibatalkan.
Penolakan ini disampaikan menyusul penetapan terhadap 3 nama calon yang dinilai tidak memenuhi kriteria oleh lembaga adat Kabupaten Sarmi.
“Kami dari lembaga adat merasa kecewa karena ini bukan partai politik. Panitia seleksi harus menghargai peran kami sebagai representasi 5 suku besar dengan 87 Ondoafi di Sarmi,” kata Sewanso di Jayapura, Sabtu malam (11/1/25).
Untuk itu, Sewanso dengan tegas meminta 3 nama yang telah lolos hasil seleksi digugurkan dan melakukan proses rekrutmen ulang.
“Kami tidak akan diam. Dan hari ini saya dengan ketua pemuda adat Sarmi yang bicara tapi besok hari Senin itu masa lebih besar,” tegasnya.
“Kami yang menentukan siapa yang layak, karena kami yang memahami siapa yang benar-benar menetap di Sarmi dan memahami budaya setempat,” tambahnya.
Sewanso juga menyebut bahwa 3 nama tersebut tidak direkomendasikan oleh dewan adat Sarmi.
“3 nama itu Pansel yang tentukan sendiri,” bebernya.
Bahkan sebagai langkah lanjutan, Dewan Adat Sarmi berencana menggelar pertemuan dengan 87 Ondoafi pada hari Senin mendatangi dan berupaya audiensi dengan Gubernur Papua.
Sewanso juga menegaskan bahwa pihaknya tidak ingin mengulang pengalaman pahit seperti yang terjadi dalam proses seleksi anggota MRP.
“Kami yang mengetahui kondisi masyarakat dari Kapitiau sampai Subu. DPRK ini harus memberikan ruang bagi kami untuk menunjuk orang yang benar-benar mewakili kepentingan 5 suku besar di Sarmi,” pungkasnya.
Pertanyakan Transparansi Panitia Seleksi DPRK Sarmi
Ketua Pemuda Adat Sarmi, Esau Saweri, melayangkan protes keras terhadap Panitia Seleksi (Pansel) DPRP kursi pengangkatan untuk daerah pemilihan 5 Kabupaten Sarmi. Protes ini didasari dugaan pelanggaran prosedur seleksi yang mengabaikan rekomendasi dari lembaga adat.
“Dalam persyaratan perekrutan, calon harus mendapatkan rekomendasi dari dewan adat suku atau lembaga kultur. Namun faktanya, ada calon yang lolos tanpa rekomendasi. Setelah kami telusuri, ternyata ada unsur nepotisme di dalam Pansel,” ungkap Saweri.
Saweri menegaskan bahwa kursi pengangkatan DPRP merupakan representasi dari lembaga kultur adat.
“Sebagai anak adat, Pansel seharusnya menghormati rekomendasi dari Dewan Adat yang mewakili 87 Ondoafi di Kabupaten Sarmi,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa rekomendasi dari Dewan Adat bukan sekadar berdasarkan tingkat pendidikan atau gelar akademis, melainkan mempertimbangkan kriteria adat yang mencakup 5 suku besar: Sobey, Aramati, Rumbuay, Manirem, dan Isirawa.
“Kami tidak hanya melihat gelar atau pendidikan tinggi. Yang terpenting adalah bagaimana calon tersebut memenuhi kriteria ketentuan adat dalam lima suku besar kami,” jelasnya.
Tak hanya itu, Dewan Adat telah mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara untuk menggugurkan SK hasil seleksi.
“Perlu ditegaskan bahwa hasil seleksi yang dikeluarkan tanpa rekomendasi dari lembaga kultur kami adalah tidak sah,” pungkas Saweri.
Adrian Wambukomo, Sekretaris II Dewan Adat Sarmi mengungkapkan adanya dugaan pelanggaran prosedur dalam proses seleksi anggota DPRK Papua untuk daerah pemilihan Sarmi.
Dalam pernyataannya, Wambukomo mengungkap bahwa salah satu calon bernama Astrid Meses diduga telah menyalahi aturan seleksi.
“Saudari Astrid Meses telah gugur dalam tahapan seleksi di tingkat kabupaten Sarmi. Namun yang mengherankan, nama yang bersangkutan justru muncul kembali dalam seleksi tingkat provinsi,” ungkapnya.
Wambukomo menyebut bahwa berdasarkan prosedur yang berlaku, calon yang telah dinyatakan gugur pada seleksi tingkat kabupaten seharusnya tidak dapat melanjutkan ke tahap seleksi di tingkat provinsi.
“Ini jelas menyalahi aturan yang ada. Kami menuntut agar semua hasil seleksi yang melanggar prosedur ini digugurkan,” pungkasnya.
(Renaldo Tulak)