BeritaPapua.co, Jayapura — DPR RI bersama BPH Migas terus mendorong agar percepatan kebijakan BBM 1 harga di daerah Daerah 3T (Tertinggal, Terluar, dan Terdepan) di Provinsi Papua dapat terlaksana dengan baik.
Anggota Komisi 7 DPR-RI, Ina Elisabeth Kobak mengatakan sosialisasi kali ini diadakan di Jayapura karena distribusi maupun depot Pertamina yang beroperasi belum maksimal sehingga menjadi masih masalah.
“Bahkan menurut kepala dinas SDM provinsi Papua di periode yang kemarin sulit untuk secara langsung bagaimana distribusi BBM dan Depot Pertamina yang beroperasi untuk di wilayah Jayapura,” ujarnya.
Padahal menurutnya, sejak tahun 2016 pemerintah sudah menerapkan kebijakan BBM 1 harga sehingga dampaknya sangat berpengaruh terhadap tingginya harga komoditas lain.
“Pemerintah sudah menerapkan kebijakan BBM 1 harga sejak tahun 2016 kebijakan ini diharapkan bisa menyelesaikan permasalah timpangnya harga BBM di daerah 3 T, karena tingginya harga BBM di daerah 3 T ini sangat berpengaruh terhadap tingginya harga komoditas lainnya yang berujung pada kesejahteraan masyarakat dan nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” bebernya.
Sehingga Legislator DPR RI itu mengatakan, Papua adalah provinsi induk yang menjadi tolak ukur percepatan kebijakan BBM 1 harga.
“Jika di provinsi induk saja ternyata masih banyak mengalami persoalan mengenai BBM apalagi di provinsi baru yang baru dimekarkan,” tegasnya.
Dia berharap distribusi BBM dan pasokan BBM baik Pertalite, Pertamax, Solar maupun Minta Tanah di Papua tetap lancar.
“Melalui kegiatan ini di Papua lebih merata, lebih banyak lagi pasokan BBM-nya supaya kita memenuhi permintaan pelanggan. Saya juga berharap ketersediaan Pertamax, Solar dan Minta Tanah tetap terjaga sehingga kegiatan ini memberikan dampak positif bagi pelaku usaha penyalur BBM dan masyarakat luas di Papua,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Umum Hiswana Migas Regional Papua dan Maluku, Ledrik Lekenila mengatakan pihaknya mau dalam beberapa titik pembangunannya harus sudah selesai dan segera beroperasi.
“Maka itu dibuka seluas-luasnya kepada pengusaha minyak. Hanya saja yang dibutuhkan saat mereka yang dari finansial memungkinkan,” ungkapnya.
Sebab menurutnya, pengelolaan terhadap investasi BBM sangat membutuhkan modal yang cukup besar.
“Karena ini investasi cukup besar juga, modalnya harus ada disamping harus ada dukungan dari pemerintah daerah setempat. Dari Bupati, karena tanpa rekomendasi ini juga tidak bisa jalan. Tinggal 4 bulan ini, itu memang pengusaha yang betul-betul harus mengerti tentang pengurusan seperti ini,” pungkasnya
(Renaldo Tulak)