BeritaPapua.co, Jayapura — Kepengurusan terpilih pada Musyawarah Daerah (Musda) dalam pemilihan Ketua Majelis Daerah (Mada) Gerakan Gereja Pentakosta Papua yang digelar pada Sabtu kemarin dinilai tidak sah karena tidak mempunyai dasar hukum.
Pernyataan tersebut di sampaikan oleh PLt Ketua Majelis Daerah Papua GGP, Pendeta Fransiskus Esa kepada awak media di Jayapura, Senin 25 September 2023.
Menurutnya, sesuai dengan Surat Keputusan (SK) nomor 216/SK/Mada/MP-GGP/VIII/2018 tentang Penetapan Pengurus Majelis Daerah Papua, Gerakan Gereja Pentakosta masa bakti tahun 2018-2023.
Kemudian SK yang kedua dengan menerbitkan surat tugas no 019/ST/ MP-GGP/IX/2023 yang memberikan mandat kepada Plt Ketua Mada GGP yang saat ini masih kepemimpinannya selaku Plt Ketua Mada GGP periode 2018-2023 untuk melakukan persiapan sidang lengkap guna memilih kepengurusan baru dan kemudian juga melakukan sidang pelengkap majelis pusat yang nanti dilaksanakan pada tanggal 2-4 Oktober 2023.
Kata Fransiskus, musyawarah daerah yang digelar baru-baru ini yang secara aklamasi memilih Pdm Edi Raunsay sebagai ketua Mada GGP periode 2023-2028 di nilai dilakukan secara sepihak dan hanya di rekomendasikan oleh 3 wilayah.
“Seharusnya libatkan semuanya, karena ada 5 wilayah sehingga 5 wilayah tersebut harus hadir dengan 25 gembala di dalam satu tempat tertentu untuk melakukan sidang guna mengevaluasi kinerja dan lebih khusus untuk memilih badan pengurus,” ujarnya
Ia menjelaskan dalam melakukan musyawarah baru untuk membentuk majelis daerah harusnya sesuai dengan konstitusi Gerakan Gereja Pentakosta (GGP) yaitu tata dasar dan tata tertib gereja pentakosta yang merupakan payung hukum sesuai pasal 39 yaitu persidangan majelis daerah melalui tahapan-tahapan dengan menghadirkan lima wilayah
“Jadi situasi yang sekarang terjadi ini saya menganggap bahwa teman-teman yang melakukan kegiatan kemarin di itu ilegal karena tidak sesuai dengan konstitusi dan mereka tidak punya dasar hukum seperti SK persetujuan dari Majelis Pusat,” tegasnya
Dikatakan musyawarah yang dilakukan itu dianggap merongrong kepemimpinan Majelis Daerah yang sah, sehingga pemerintah tidak boleh menerima kepengurusan tersebut karena hal tersebut akan memacu terpecah belah suatu organisasi.
Ketika disinggung pelaksanaan Musyawarah yang dilakukan itu mempunyai dasar hukum apa untuk menggelar pemilihan, katanya mereka mengacu kepada presidium yang dibentuk oleh dua kubu yang satunya mengacu kepada majelis pusat yang terpilih secara Sidang Raya yang akan di gelar di Manado.
“Karena merongrong kepemimpinan itulah maka mereka bentuklah yang disebut dengan presidium untuk melakukan sidang raya istimewa yang nanti akan dilakukan pada tanggal 4-6 Oktober 2023 di Manado juga,” tandasnya
(Imel)