Berita Papua, Sentani — Aktifis muda di Kabupaten Jayapura, Aris Kreutha meminta pihak Kepolisian dalam hal ini Kepolisian Daerah (Polda) Papua untuk segera mengusut tuntas dugaan teror bom yang menimpa Kantor Media Jubi pada 16 Oktober 2024 lalu.
Aris menjelaskan bahwa dari sejumlah pemberitaan yang dipublish belum lama ini bahwa aksi yang dilakukan oleh oknum dua orang yang terekam CCTV sudah sangat jelas sebagai alat bukti yang dapat digunakan.
“Bagian ini sudah jelas adalah ranahnya pihak berwajib untuk mengungkapkan siapa dua oknum yang melakukan aksi tersebut,” ujar Aris di Sentani, Senin, (21/10/2024).
Pemuda asal Waibhu Kabupaten Jayapura ini juga mengaku sangat risau jika aksi yang dilakukan oleh dua oknum tersebut merupakan bagian dari paham terorisme yang sudah ada di Tanah Papua. Padahal tanah Papua ini dikenal dengan tanah yang damai serta di huni oleh berbagai suku bangsa yang datang tinggal menetap serta sudah menjadi bagian dengan masyarakat lokal disini.
Ini bukan kasus yang pertama, lanjut Kreutha, sebelumnya juga sudah ada teror yang sama kepada pimpinan media Jubi di kediamannya. Kasusnya tidak terungkap, bahkan seperti ada pembiaran oleh pihak berwajib terkait kasus tersebut.

“Media merupakan pilar demokrasi keempat di negara ini, bahwa dalam tugas dan kerjanya sebagai media maupun jurnalis dilindungi oleh undang-undang,” jelasnya.
Aris berharap dengan fasilitas yang tersedia seperti CCTV dari berbagai titik dan sumber yang berada di sepanjang jalan SPG Waena, Kota Jayapura itu bisa digunakan oleh pihak Kepolisian untuk mengusut dan mengungkapkan siap dalang dibalik semua teror yang terjadi selama ini, secara khusus kepada media jubi.
“Media jubi selalu jujur bicara dalam pemberitaan dan jelas sesuai fakta dilapangan. Sebagai tokoh pemuda di bumi khena mbai umbai ini kami juga menolak dengan tegas aksi-aksi terorisme yang sudah bereaksi di tanah papua, kami berharap sekaligus mendorong pihak kepolisian untuk segera mengungkap apa motif dan siapa pelaku yang sudah melakukan perbuatan yang melanggar hukum,” katanya.

Ketua Komnas HAM Papua, Frits Ramandey menjelaskan bahwa kejadian yang terjadi H-3 proses pelantikan Presiden RI akan berdampak buruk apabila pihak berwajib tidak menyelesaikannya dalam tempo waktu satu minggu.
“17 titik CCTV di sepanjang jalan SPG Waena ini sudah sangat kuat sebagai alat bukti, dan tidak ada alasan lain dari pihak berwajib untuk mengungkapkan kasus ini,” jelas Frits.
Frits juga mengatakan, teror bom yang terjadi bagi media jubi bukan sekali, dan tidak terselesaikan karena tidak cukup bukti. Untuk kasus kali ini tidak bisa dikatakan tidak cukup bukti, karena semua bukti tersedia.
“Dua kendaraan yang hancur di depan kantor, ada banyak pecahan atau kepingan sebagai bahan peledak yang digunakan, dan yang paling valid ada rekaman CCTV,” katanya.
Frits juga berkeyakinan bahwa, kasus teror ini akan dijadikan prioritas penyelidikan oleh Kapolda Papua, karena saat ini di seluruh Papua sedang berjalan tahapan Pilkada, baik Bupati dan Wakil Bupati serta Gubernur dan Wakil Gubernur. Kondisi Kamtibmas harus berjalan dengan baik dan aman.
“Dari pengamatan kami, beberapa saat setelah kejadian bahwa barang bukti yang diperlukan sudah sangat cukup untuk mengungkapkan apa motif dari teror yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab ini,” pungkasnya.
(Ewax)