Kriminal

Seorang Oknum TNI Diduga Lakukan Kekerasan Terhadap Pacarnya Hingga Cacat Permanen Pada Matanya

275
×

Seorang Oknum TNI Diduga Lakukan Kekerasan Terhadap Pacarnya Hingga Cacat Permanen Pada Matanya

Sebarkan artikel ini
Tampak Ketua Dewan Adat Suku Arui Sai Ilisama Numberi didampingi Sekretaris Forum Masyarakat Saireri Verinandus Airi dan Wakil Ketua Ikatan Keluarga Besar Serui Laut V Andarias Takanuay saat memberikan pernyataan pers.

Berita Papua, Jayapura — Seorang anggota TNI berinisial FL dilaporkan ke Pomdam XVII Cenderawasih atas dugaan penganiayaan dan penyekapan terhadap pacarnya berinisial UN, hingga mengakibatkan korban mengalami cacat permanen pada mata kanannya.

Kasus ini terungkap setelah korban berhasil melarikan diri dari rumah dinas yang ditempati pelaku. Meski kejadian ini terjadi sejak awal April 2024, korban baru berani melapor pihak keluarga 2 minggu lalu lantaran mengalami trauma dan mendapat ancaman dari pelaku.

Ketua Dewan Adat Suku Aruisai di tanah rantau, Eliasama Numberi memohon perhatian dan bantuan untuk mengawal kasus yang telah berlangsung selama beberapa bulan tanpa penyelesaian yang jelas.

“Kejadian pemukulan terhadap anak kami yang mengakibatkan cacat total pada mata terjadi pada tanggal 7 April 2024.”

“Pelaku kejahatan adalah seorang anggota TNI Angkatan Darat berinisial FL,” ungkapnya.

Menurut Numberi, kondisi mata korban semakin memburuk sejak adanya dugaan kekerasan.

“Mata anak kami yang cacat ini bernanah, busuk, dan akhirnya harus dicabut. Saat ini, anak kami terus menderita, matanya selalu mengeluarkan darah,” jelasnya.

Selaku Dewan Adat Serui Laut, ia memohon agar kasus tersebut mendapat perhatian dari Pangdam, Komandan POM, dan kesatuan terkait, serta meminta pertanggungjawaban pelaku untuk menanggung biaya pengobatan korban.

Ia juga mendesak adanya tindakan tegas terhadap oknum TNI AD yang terlibat.

“Kami mohon segera untuk menolong anak kami yang saat ini perlu ditolong secara medis,” tegas Numberi.

“Hingga saat ini, kurang lebih 2, 3 bulan, tidak ada tanggung jawab dari pernyataannya ataupun kesediaan untuk menanggung biaya pengobatan,” tambahnya.

Sementara itu,

Sekretaris Forum Komunikasi Keluarga Besar Saireri Verinandus Airi mengatakan, namun hingga 5 bulan, pelaku tidak pernah bertanggungjawab atas perbuatannya kepada korban tersebut.

Padahal, dalam surat pernyataan itu juga ditandatangani oleh pimpinan kesatuan dari pelaku.

“Pimpinan ikut menandatangani pernyataan itu. Artinya, mereka ikut terlibat dalam penyelesaian, tetapi kurang lebih 5 bulan ini, mereka tidak bertanggungjawab hingga berakibat terhadap anak kami hingga cacat,” ujarnya.

Diakui, orang tua bersama pengurus dewan adat sudah mendatangi Pomdam XVII/Cenderawasih, namun korban tidak ikut lantaran masih shock alias trauma berat, apalagi ada ancaman dari pelaku bahwa tidak boleh membuat laporan kemanapuan terhadap kejadian yang dialami korban.

“Secara adat, pelaku juga harus bertanggungjawab secara adat. Bahwa adat kami, maka mata harus diganti dengan mata,” imbuhnya.

Sementara itu, Wakil Ketua I Ikatan Keluarga Serui Laut Arui Sai, V Andarias Takanuay menyebut, kejadian penganiayaan dan penyekapan terhadap korban itu, menjadi perhatian serius dari Ikatan Keluarga Serui Laut Arui Sai maupun Dewan Adat Suku Arui Sai.

“Selama 5 bulan itu, setelah pelaku membuat pernyataan, ternyata tidak ada perhatian sama sekali terhadap korban untuk membantu pengobatan,” katanya.

Untuk itu, Ikatan Keluarga Serui Laut Arui Sai dan Dewan Adat Suku Arui Sai menyurati secara resmi Pangdam dan Pondam untuk korban bisa mendapat kelayakan dalam memberikan pengamanan dan rasa nyaman secara pribadi kepada korban.

“Kami berharap Pangdam dan Pomdam untuk menindaklanjuti kasus ini, agar pelaku ditindak sesuai dengan hukum, apalagi korban mengalami catat permanen,” imbuhnya.

Ia berharap ada tindakan dari institusi agar ada tindaklanjut dan memberikan pengobatan secara intensif lagi kepada korban.

“Kronologisnya, kami belum mendapatkan secara detail karena korban mendapat ancaman sehingga mengalami trauma berat. Dengan laporan kami ke Pomdam, kami harap korban ada keberanian mengungkap kejadian yang dialaminya tersebut,” imbuhnya.

Dilaporkan, antara korban dan pelaku sudah pacaran, bahkan sudah tinggal bersama selama 3 tahun. Bahkan, dalam surat pernyataan itu, pelaku akan bertanggungjawab untuk menikahi korban, namun hingga kini tidak terealisasi.

“Korban setelah penandatangan surat pernyataan itu, diambil pelaku dan disekap selama hampir 2 bulan. Korban tidak boleh keluar rumah, bahkan tidak boleh berobat. Dan saat kami bawa ke dokter, mata korban sudah rusak dan akhirnya dicopot. Bahkan, saat disekap itu, korban mengalami penyiksaan oleh pelaku di rumah dinas,” pungkasnya.

Hingga berita ini dipublikasikan, pihak TNI belum memberikan pernyataan resmi terkait kasus ini.

(Redaksi)