Berita Papua, Jayapura — Tokoh Pemuda Papua asal Port Numbay, Jefta Williams Sibi (JWS) menjelaskan terkait peringatan 61 tahun integrasi Papua dan solusi terbaik dalam pembangunan di tanah Papua.
“Sejarah mencatat, sekitar 61 tahun yang lalu, tepatnya 1 Mei 1963, United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) resmi menyerahkan wilayah Irian Barat (sekarang Papua) yang sebelumnya dikuasai Belanda kepada Pemerintah Indonesia,” ujar JWS, Rabu 1 Mei 2024.
Sehingga kata dia, di momentum penyerahan tersebut bendera merah putih dikibarkan di Tanah Papua menjadi tanda pengakuan.
“Di hari yang sama, bendera Merah Putih kembali dikibarkan di Bumi Cendrawasih. Sementara itu, dunia internasional mengakui secara sah Papua bagian NKRI setelah Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969,” katanya.
JWS menjelaskan, akhirnya saat itu perjuangan pembebasan Irian Barat diawali Presiden Soekarno 19 Desember 1962 dengan mengumumkan Tri Komando Rakyat (Trikora) di Alun-alun Yogyakarta. Demikian bunyi poin Trikora :
1. Gagalkan Pembentukan Negara Boneka Papua buatan Belanda (1 Desember 1961).
2. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat, Tanah Air Indonesia.
3. Bersiaplah Untuk Mobilisasi Umum Guna Mempertahankan Kemerdekaan dan Kesatuan Tanah Air dan Bangsa dengan membentuk Komando Mandala Pembebasan Irian Barat yang dipimpin oleh Soeharto (Presiden RI ke-2).
Menurut JWS, masalah di Papua tidak hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah dan TNI-POLRI tetapi menjadi tanggung jawab seluruh masyarakat Papua sesuai dengan UUD 1945 Masyarakat memiliki peranan penting untuk berupaya menjaga keutuhan Bangsa Indonesia dengan sebaik-baiknya.
“Langkah langkah penanggulangan Masalah di Papua dalam menjaga Persatuan Indonesia dapat dilakukan dengan Membangun dan menjaga komitmen kesadaran untuk menjaga Persatuan Indonesia serta melakukan pendekatan Pembangunan Inklusif untuk memutus mata rantai Masalah Ekslusif Sosial meliputi, kemiskinan, pengangguran, SDM, pendidikan, kesehatan, dan lainnya,” ungkapnya.
Sehingga dapat, kata dia, meningkatkan rasa percaya diri OAP, menghargai perbedaan sebagai sesuatu yang wajar, menghargai diri sendiri dan Masyarakat dari luar Papua, serta mempunyai hak dan kewajiban yang sama.
“Guna menjawab peluang, tantangan dan harapan dari pemberlakuan Otonomi Khusus Jilid II di Tanah Papua,” pungkasnya.
(Redaksi)