Berita Papua, Jayapura — Peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) 2025, Wakil Ketua Fraksi NasDem DPR Papua sekaligus anggota Komisi IV DPRP yang membidangi infrastruktur dan Sumber Daya Alam, Albert Merauje, menegaskan pentingnya perlindungan upah pekerja di tengah wacana efisiensi anggaran pemerintah.
Ia meminta Gubernur Papua dan DPRP memprioritaskan kesejahteraan buruh sebagai hak konstitusional.
Namun ungkap Merauje, menelusuri akar May Day dari revolusi industri abad 16-18, di mana buruh termasuk anak-anak bekerja tanpa perlindungan.
“Buruh, pekerja, atau karyawan adalah manusia yang mengorbankan tenaga dan pikiran untuk penghidupan layak. Ini dijamin UUD 1945 Pasal 27 Ayat 2 dan UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan,” tegasnya, Kamis (1/5/2025).
Ia menyoroti turunan regulasi seperti PP No. 51/2023 tentang pengupahan dan Perda Papua No. 4/2013 yang melahirkan Dewan Pengupahan Provinsi.
“Berkat buruh, kita bisa makan dari hasil ladang, laut, hingga pabrik. Mereka pahlawan yang harus dihargai,” tegasnya.
Merauje juga mengkritik kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Papua 2025 yang hanya naik 6,5% (dari Rp4.024.200 menjadi Rp4.285.850).
“Di tengah inflasi dan kenaikan harga, ini sangat kecil. Apalagi dengan wacana efisiensi anggaran pemerintah pusat,” ujarnya.
Ia mengingatkan, pemotongan upah atau penundaan gaji berisiko memicu gejolak sosial.
“Efisiensi boleh dilakukan di proyek infrastruktur atau perjalanan dinas, tapi jangan sampai menyentuh upah buruh. Soal makan rakyat jangan dikorbankan,” tegasnya.
Merauje mendesak Pemprov Papua dan DPRP untuk memastikan:
1. Pembayaran UMP minimal Rp4,3 juta sesuai kemampuan ekonomi.
2. Pengawasan ketat terhadap perusahaan yang mangkir membayar upah.
3. Efisiensi anggaran tidak mengurangi alokasi untuk program padat karya dan pelatihan tenaga kerja.
“Gubernur dan kami di DPRP harus duduk bersama mengevaluasi keputusan ini. Jangan sampai efisiensi ala Presiden Prabowo berdampak pada gaji buruh, baik di sektor publik maupun swasta,” serunya.
Politisi NasDem itu juga memperingatkan resiko pemutusan hubungan kerja (PHK) massal jika efisiensi diterapkan secara membabi buta.
“Pabrik tutup, buruh tak bisa makan itu bisa disintegrasi sosial. Papua butuh stabilitas, bukan penghematan yang menyengsarakan,” tandasnya.
“May Day adalah pengingat bahwa buruh tulang punggung bangsa. Hargai mereka dengan upah layak, atau kita menuai krisis!” pungkasnya.
(Renaldo Tulak)