Berita

Dukung Pembayaran Mas Kawin, Anggota DPR Papua Dorong Pelestarian Adat Port Numbay

0
×

Dukung Pembayaran Mas Kawin, Anggota DPR Papua Dorong Pelestarian Adat Port Numbay

Sebarkan artikel ini
Tampak Anggota DPR Papua, Dr. Ir. Albert Merauje, A.Md.Tek, ST, MT, IPM memberikan sumbangan pembayaran mas kawin.

Berita Papua, Jayapura — Keluarga besar suku Hanuebi, Sibri, dan Wamiau menggelar acara pembayaran mas kawin secara adat selama 2 hari di Kampung Nafri, Kota Jayapura, Papua yang dimulai pada, Kamis (10/04/2025).

Ritual Adat ini bertujuan untuk melunasi mas kawin Ayub Samuel Sibri yaitu Yospin Olua, yang telah menikah dengan anggota keluarga mereka

Ritual ini juga menjadi simbol komitmen keluarga besar dalam menjaga tradisi dan keharmonisan antar pihak keluarga.

Albert Merauje, Anggota Komisi IV DPR Papua dari Fraksi Partai NasDem, dan juga sebagai wakil rakyat Dapil Wilayah I (Muara Tami, Abepura, Nafri, Heram) berkomitmen melestarikan budaya sebagai bagian dari warisan leluhur.

Tampak Anggota DPR Papua, Anggota DPR Papua, Dr. Ir. Albert Merauje, A.Md.Tek, ST, MT, IPM bersama Ketua panitia mas kawin keluarga besar suku Hanuebi, Sibri Wamiau, Pendeta Eddy Itaar (kanan).

Merauje menyatakan bahwa ritual adat ini merupakan representasi nilai ilahi yang harus dijaga.

“Adat adalah wakil Allah yang pertama. Apa yang Tuhan tetapkan dalam tatanan adat, wajib kita lestarikan,” ujar Merauje usai menghadiri dan memberikan kontribusi dalam pembayaran mas kawin marga Sibri di Kampung Nafri.

Ia menjelaskan, prosesi mas kawin ini telah terjadwal dalam sistem adat Port Numbay, di mana setiap marga mendapat giliran berdasarkan undian.

“Marga Sibri kebetulan mendapat jatah di bulan ini. Nanti akan bergilir ke marga lain sesuai jadwal,” ungkapnya.

Menurut Merauje, mas kawin dibayarkan dalam dua bentuk: uang dan benda adat seperti manik-manik (Stra, Syawo, Sboni), kapak batu, atau gelang (Se/Tomako Batu). Nilainya bervariasi, contohnya manik-manik kelas satu bisa mencapai Rp1,5 juta per biji.

“Penilaian dilakukan oleh tetua adat. Mereka yang menentukan keaslian dan kelas barang. Tidak sembarang orang boleh menilai,” tegasnya.

Namun Merauje juga mengusulkan perlunya Perda (Peraturan Daerah) untuk mengalokasikan anggaran bagi kegiatan adat.

“Kita dorong Pemda menyiapkan dana khusus, misalnya Rp50 juta per acara, agar tradisi ini tetap hidup tanpa membebani masyarakat,” paparnya.

Tampak Anggota DPR Papua, Anggota DPR Papua, Dr. Ir. Albert Merauje, A.Md.Tek, ST, MT, IPM (tengah) foto bersama panitia acara adat pembayaran mas kawin di kampung Nafri.

Selain itu, Merauje juga memuji semangat panitia yang mayoritas adalah generasi peranakan.

“Mereka bekerja tanpa kenal lelah, demi memenuhi kewajiban adat keluarga,” pungkasnya.

Sementara itu, Ketua panitia mas kawin keluarga besar suku Hanuebi, Sibri Wamiau, Pendeta Eddy Itaar menjelaskan bahwa pembayaran mas kawin ini merupakan bagian dari tatanan adat yang telah lama berlaku di beberapa daerah, seperti Port Numbay, Enggros, Tobati, Kayo Pulau, Skouw, dan Nafri.

“Ini bukan acara adat baru, melainkan tradisi yang bergilir di kalangan kami,” bebernya.

Prosesi ini melibatkan pengumpulan dana dan barang-barang berharga seperti manik-manik (Syar/Stra, Syawo, Sboni) serta perhiasan tradisional (gelang/Se, Tomako Batu). Selama 2 hari, panitia akan menghitung total sumbangan yang terkumpul, baik berupa uang maupun benda pusaka.

Pada hari ke-3 (Sabtu), perwakilan dari pihak perempuan akan melakukan penghitungan terhadap jumlah mas kawin yang berhasil dikumpulkan.

“Mereka akan menilai berapa banyak uang, manik-manik, atau gelang yang kami berikan,” jelas Sibri.

Setiap jenis manik-manik memiliki nilai berbeda, seperti Stra (biru/hitam), Syawo, dan Sboni (kuning). Total nilai mas kawin akan diumumkan kepada masyarakat adat Nafri sebagai bentuk transparansi.

“Kami sebagai keturunan dari tiga suku besar ini ingin menghargai jasa orang tua dan memenuhi kewajiban adat,” pungkas Itaar.

(Renaldo Tulak)