Ekonomi

Legislator Papua Dorong Perda Motif Lokal Usai Kunjungi Sanggar Yomauw Art di Kampung Yoka, Minim Perhatian Pemerintah

0
×

Legislator Papua Dorong Perda Motif Lokal Usai Kunjungi Sanggar Yomauw Art di Kampung Yoka, Minim Perhatian Pemerintah

Sebarkan artikel ini
Tampak anggota Komisi IV DPR Papua, Albert Merauje saat diberikan cinderamata oleh pendiri Sanggar Seni Rupa Yomauw Art, Agus Ohee.

Berita Papua, Jayapura — Guna mendorong pembuatan Peraturan Daerah (Perda) dan pengembangan seni terhadap motif lokal di Papua khususnya di Kota Jayapura, anggota Komisi IV DPR Papua melakukan kunjungan ke Sanggar Seni Rupa Yomauw Art di kampung Yoka, Distrik Heram, Kota Jayapura, Papua, Selasa (8/4/2025).

Usai berdialog pendiri Sanggar Seni Rupa Yomauw Art, Agus Ohee, menyampaikan apresiasinya atas kehadiran anggota DPR Papua, Albert Merauje.

Namun sebagai seniman, ia merasa kurang dukungan pemerintah, meski karyanya telah menjadi banyak digunakan di Kota Jayapura.

Pengalamannya di dunia seni sudah sangat matang, Ia menyebutkan, berbagai karya seni yang menghiasi kota Jayapura, seperti gapura Kantor Gubernur Papua serta ornamen di Wing Kanan dan Kiri Polda Papua (2023), adalah hasil tangannya. Bahkan, karya-karyanya telah sampai ke Belanda hingga Jerman.

“Ini bukan pujian, ini kenyataan,” beber Agus.

Tampak anggota Komisi IV DPR Papua, Albert Merauje saat berdialog dengan pendiri Sanggar Seni Rupa Yomauw Art, Agus Ohee di sanggar miliknya.

Sanggar Yomauw Art didirikan pada 18 Juni 2005 dengan bantuan almarhum Daud Wanmblolo, mantan kepala kampung yang membangun sanggar melalui dana PNPM Mandiri. Namun, setelah sepuluh tahun, Agus mengaku tidak lagi mendapat bantuan dana kampung.

“Saya berjuang apa adanya. Kalau diberi, syukur. Tidak diberi, terima kasih. Tapi niat saya untuk mengembangkan seni dan budaya tetap saya pertahankan,” ungkapnya.

Ia menguasai 12 aliran seni dan telah menghasilkan banyak karya, termasuk relief di Asrama Mahasiswa IPB Bogor dan batik motif Port Numbay yang dikembangkan bersama Jimmi Afar. Saat itu, batik Port Numbay sempat dikunjungi oleh seorang menteri. Namun, setelah memisahkan diri, Agus kesulitan mengembangkan desain batiknya karena keterbatasan modal.

Agus mengkritik pemerintah yang kerap mengadakan lomba desain motif tetapi tidak melanjutkan pengembangan karya pemenang.

“Sudah berapa karya saya yang menang, tapi tidak muncul di publik. Tidak ada tindak lanjut,” keluhnya.

Ia juga menyayangkan tidak adanya pusat seni (art center) di Jayapura yang bisa menjadi wadah pemasaran karya lokal.

“Kita di Jayapura tidak punya art center yang dikelola masyarakat tapi dilindungi pemerintah. Harusnya ada tempat untuk menjual karya kami,” ujarnya.

Sebagai solusi, Agus meminta Pemerintah Kota Jayapura membangun percetakan batik khusus dan memperluas sanggarnya dengan menambah 2 lantai untuk pameran dan produksi. Ia juga mengusulkan balai latihan kerja seni agar bisa menularkan ilmunya kepada pemuda setempat.

“Saya punya banyak desain orisinil, tapi saya simpan dulu. Saya tunggu pemerintah membuka peluang,” tandasnya.

Sanggar Yomauw Art sendiri diresmikan oleh Benhur Tomi Mano (mantan Wali Kota Jayapura) pada 21 November 2013, tetapi kini sempat vakum karena masalah pendanaan. Meski begitu, Agus tetap berkarya lewat proyek-proyek kontraktor.

“Saya sakit pun tetap melukis, tetap mengukir. Ini bukan sekadar pekerjaan, tapi panggilan jiwa,” pungkasnya.

Sementara itu, anggota Komisi IV DPR Papua, Albert Merauje, mengapresiasi potensi seni di Sanggar Yomauw Art milik Agus Ohee.

Ia berjanji mendorong Peraturan Daerah (Perda) yang mewajibkan penggunaan motif lokal Jayapura di instansi pemerintah dan swasta, sekaligus mengalokasikan anggaran untuk pengembangan sanggar tersebut.

Merauje menyebut sanggar ini sebagai aset budaya Port Numbay yang harus dilestarikan.

“Hidup tanpa seni bagaikan sayur tanpa garam. Ini membangkitkan semangat, kesehatan, bahkan ekonomi,” ujarnya.

Ia terkesan dengan karya Agus Ohee yang mencakup seni ukir, lukis, dan motif batik, meski sang seniman tak pernah mengenyam pendidikan formal di bidang seni.

“Ini murni hikmat Tuhan. Lihatlah, dia bisa menggambar warisan leluhur Papua hingga burung cendrawasih dengan detail luar biasa,” puji Merauje.

Merauje menyoroti kendala minimnya fasilitas dan modal yang dihadapi sanggar Yomauw art. Sebagai solusi, ia berencana:

1. Mendorong Perda Motif Lokal – Mewajibkan instansi pemerintah/swasta di Jayapura menggunakan motif karya seniman lokal, seperti batik Port Numbay.

2. Pembangunan Infrastruktur – Mengusulkan anggaran untuk gedung sanggar dua lantai dan mesin percetakan batik modern ganti produksi manual.

3. Kolaborasi dengan Pemkot Jayapura – Meminta pemerintah kota menyiapkan lahan dan sarana pendukung.

“Dengan Perda, kita bisa alokasikan anggaran. Nanti anak SD pun wajib pakai seragam bermotif lokal. Ini ciptakan lapangan kerja dan kurangi ketergantungan pada dana Otsus,” tegasnya.

Merauje yakin bahwa pengembangan sanggar seni akan menggerakkan ekonomi kampung dan menekan kriminalitas.

“Daripada bangun jalan sepi, lebih baik dana dialihkan untuk alat seni. Orang sibuk berkarya, pasti kejahatan berkurang,” bebernya.

Ia juga berharap Wali Kota Jayapura segera mengunjungi Yomauw Art untuk melihat potensinya langsung.

“Karya Agus sudah mendunia. Hak paten harus dilindungi, dan ini jadi cara memuliakan Tuhan lewar talenta,”pungkasnya.

(Renaldo Tulak)