BeritaPapua.co, Jayapura — Salah satu Tokoh Masyarakat Adat Kabupaten Keerom Longginus Fatagor mengharapkan pembangunan yang sedang berjalan diera Otonomi Khusus Papua saat ini bisa terus berjalan.
“Yang kami lihat hari ini itu ya lima wilayah adat di Papua. Terbuka saja jadi katakanlah 95 persen itu menolak otsus dari lima suku besar yang ada di Papua,” kata Fatagor kepada wartawan Senin, (23/11/2020).
Lanjutnya Negara Indonesia ini kan adalah salah satu katakanlah anggota PBB. Presiden sudah saya sampaikan ke presiden. Keerom separuh dan sebagian besar ada bersama kerajaan inggris. Kalau inggris sudah bilang ya sudahlah. Ini yang langsung dan langkah apa yang sekarang pemerintah pusat lakukan.
“Jangan rencana tetapi tindakan itu harus tepat dan benar yang bisa menyatuh. Mereka sudah tanggapi oleh karena nya. Itu tindakan yang tepat mana,” ujarnya.
Sekarang dewan adat di Papua itu dewan adat dia ada dengan LMA ini kan pimpinan besar ada di pusat ada Lenis Kogoya.
“Sekarang pemerintah coba pikir ke situ tindakan yang benar adalah kalau bisa hitung per kepala orang asli di Papua itu berapa?. Dan uang otonomi khusus itu tidak boleh ke mana-mana dan kasih ke kampung. Selain dana kampung baru pas itu akan muncul. Asal jangan sampai di salah gunakan dan kalau asal kasih saja itu yang bahaya.”
Jadi saya lihat disitu maksud dan tujuan toko adat seluruh Papua kebanyakan mereka minta harus direkeningkan. Kalau Bapa tidak setuju harus di rekening karena itu nanti hancur. Orang Papua itu kan negatifnya saja dia bisa beli senjata. Karena direkeningkan tapi kalau pemberian langsung itu baik berikanlah dengan catatan harus di kawal betul-betul oleh semua pihak.
Dan uang itu di kasih misalnya satu kepala keluarga itu berapa anggotan yang ada di situ. Misalnya saja 10 juta per kepala keluarga kita kasih uang itu mungkin bisa beli sapi ka yang penting kita bisa hidupkan dia nah itu supaya tepat yang lain jangan. Dan itu yang tepat untuk masyarakat adat yang lain-lain kan ada beberapa pasal yang tidak ada orang di keerom yang menggusur itu undang-undang otsus.
Merdeka itu nanti bagaimana jadi dua visi yang kita susun merdeka itu nanti bagaimana. Terus nanti otonomi khusus itu bagaimana. Sudah kami bilang kemarin misalnya Papua merdeka tidak ada negara yang satu suku dan satu ras itu tidak ada itu salah satunya. Contoh saja kita di Indonesia di Jakarta kemarin saya empat bulan disana pas lebaran. Tidak ada manusia di Jakarta yang ada yang penuh adalah orang china , itu salah satunya negara tidak mungkin satu suku itu.
Jadi kita harus semua suku yang ada itu salah satu yang bapa lihat. Otonomi khusus juga pun sama. Misalnya saja satu kepala dipatok lah 1 juta dikalikan dengan uang otonomi khusus 10 juta per kepala keluarga dengan berapa miliar uang otsus. Misalnya saja 10 Triliun pasti 1 juta rakyat Papua asli itu bisa cukup.
“Jadi dia bisa dapat 1 juta saja perkepala bisa makmur. Yang saya ikuti hanya orang orang tertentu yang makan dari hasil dana otsus,” ungkapnya.
Dirinya juga melihat baik di MRP maupun 14 kursi di DPRP, saya melihat sekarang yang duduk disana sekarang bukan mereka yang punya dusun, bukan yang punya hak ulayat, bahkan bukan punya hak keselungan didaerah itu. Maka dia tidak betul-betul bekerja untuk masyarakat Papua.
Ia berharap agar harus ada penelitian ke masyarakat disuatu daerah itu misalnya saja itu orang pertama atau hak kesulungan itu yang berhak bisa duduk disitu. Dan dia punya dusun itu hak guna untuk kita, atau hak pakai atau hak kesulungan kalau betul betul orang itu punya hak kesulungan itu pasti akan duduk dan akan ingat dan akan kerja dengan sungguh sungguh untuk rakyat Papua tapi yang dusunnya tidak ada itu. Artinya dia punya kepintaran itu harus sudah bisa bicara adat itu pasti maju.
Tapi kalau bukan hak kesulungan dia tidak ada sakralnya. Itu yang salah satu bapa maksudkan. Kekacauan akan jalan terus apalagi 95 persen sudah tolak semua.
“Kalau pemerintah tidak melihat hal yang tadi bapak bilang itu tepat, dengan benar itu akan hancur, tetapi kalau dia buat sesuatu dulu baru, Otonomi lanjut dan tidaknya itu nanti akan muncul sendiri,” bebernya.
Salah satu contoh yang bapa yang paling kacau ada di Keerom semua suku ada disini dan kenapa itu bisa aman. 12 tahun saya di dewan adat saya terus pertemukan pihak-pihak yang bersebrangan dan yang ada disini untuk datang dan dialog-dialog dan akhirnya Keerom bisa aman.
“Pembangunan jalan sekarang terus dan kita buat perdamaian waktu itu suruh salah satu tokoh patahkan jubi. Daerah ini mulai dari keerom sampai oksibil merauke daerah perbatasan netral dan itu salah satu juga akhirnya sampai sekarang ini bagus karena mereka akui karena kepala suku sudah buat tindakan itu, akhirnya semua aman,” terangnya.
Pada prinsipnya masih menerima tapi kalau sudah menerima pemerintah harus buat tindakan yang nyata seperti apa dan bagaimana jalan keluarnya. Kalau ada tindakan yang tetap dari pemerintah saya yakin dan percaya itu. “Jdi sekarang harus kerja keras dari semua pihak untuk bergandengan tangan dalam pembangunan,” ungkapnya. (*)
(Yesman)