BeritaPapua.co, Jayapura — Wahana Visi Indonesia (WVI) bersama Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI TP), Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII), dan Sekretariat Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan Fransiskan Papua (SKPKC FP) mendampingi 229 organisasi masyarakat sipil melalui program “Transformasi Komunitas untuk Kerukunan (NOKEN) Papua.”
Program ini berlangsung selama 3 tahun dari Februari 2022 hingga Januari 2025 di 3 kabupaten: Jayapura, Biak Numfor, dan Jayawijaya.
Program ini telah memberi manfaat langsung kepada 2.629 warga dan berkontribusi bagi pengembangan lingkungan yang aman untuk anak, dengan memberdayakan masyarakat sipil untuk mencegah konflik kekerasan, mengelola konflik secara positif, dan memelihara kerukunan antarmasyarakat.
Setelah berjalan selama 1.5 tahun, NOKEN Papua telah meningkatkan kapasitas 619 pemuda, 306 perempuan, dan 120 tokoh masyarakat melalui modul Empowered Worldview – Membangun Kerukunan. Modul ini memperkaya cara pandang penerima manfaat program dengan mengenali identitas sebagai agen pencipta kerukunan, teknik komunikasi belas kasih, pentingnya memelihara relasi, memanfaatkan peluang, aset, dan visi bersama dalam komunitas agar mampu mengelola konflik dan memelihara kerukunan.
Eben Ezer Sembiring, Plt. Direktur Operasional WVI, mengatakan “Kami berharap organisasi masyarakat sipil yang telah dilatih akan terus menghidupi semangat membangun kerukunan selama sisa program dan bahkan setelah program berakhir. Kelompok-kelompok ini membutuhkan dukungan berkelanjutan dari pemerintah daerah serta pemangku kepentingan terkait, untuk secara rutin memelihara relasi antarkelompok masyarakat melalui kegiatan kohesi sosial dan berkolaborasi dengan instansi terkait untuk bersama-sama mencegah konflik sosial antar masyarakat.”
“Kami bersyukur program ini hadir di Jayawijaya terkhusus di Distrik Wesaput. Visi kami sejalan dengan visi program ini, jadi kami mendukung sepenuhnya keberlanjutan kegiatan dan komunitas kerukunan yang terbentuk. Kami berharap NOKEN menjangkau lebih banyak orang dan kami akan melibatkan NOKEN dalam setiap agenda distrik yang berkaitan,” ujar Laurens Lagowan, Kepala Distrik Wesaput, Kabupaten Jayawijaya.
Sebanyak 71.4% pemuda terlatih mampu menganalisis metode yang kurang tepat dalam mencegah kekerasan dan menangani konflik, dan 89.9% menyatakan tidak setuju terhadap ajakan untuk bergabung dalam aksi kekerasan atas alasan apapun. Sebanyak 189 pemuda lintas suku dan agama terlibat dalam analisis konflik dan pengembangan rencana aksi untuk kerukunan di sekitar mereka, 187 pemuda juga didorong untuk menggunakan media sosial dengan bijak melalui pelatihan literasi digital ‘Pemuda CakaDiDi (Cakap Digital Cinta Damai)’, dan 52 pemuda dibekali keterampilan multimedia (videografi dan desain grafis) agar mampu membuat konten-konten kreatif yang mempromosikan toleransi dan kerukunan.
“Sesuai survei di awal program, selama ini pemuda cenderung dipandang sebelah mata dan jarang dilibatkan dalam penyelesaian masalah karena dianggap kurang pengalaman. Kegiatan-kegiatan pemuda melalui program NOKEN ini mewadahi mereka sekaligus membuka mata kita bahwa pemuda bisa diandalkan sebagai agen kerukunan. Aktivitas pemuda di media sosial kini memiliki nilai tambah karena mempromosikan kerukunan dan isu-isu penting seperti mengenali ciri-ciri kekerasan terhadap anak dan pernikahan anak,” ujar fasilitator tim NOKEN-GKI TP di Biak Kota, Pdt. Hagar Maryen.
“Kita berbagi visi yang sejalan yaitu Papua tanah damai. Program ini memiliki pendekatan kohesi sosial, melengkapi pendekatan kami selama ini yang berfokus pada analisis konflik. Hal ini menambah pengalaman dan meningkatkan kapasitas organisasi kami. Kegiatan NOKEN juga saling menopang dengan agenda kami untuk mengasah keterampilan jurnalistik pemuda,’’ kata koordinator tim NOKEN-SKPKC, pater Alexandro Rangga.
Kelompok-kelompok perempuan terlatih berupaya mengembangkan ekonomi melalui pelatihan kuliner berbahan lokal serta kerajinan tangan anyam lidi dan noken atau kulit kayu. Perempuan juga menginisiasi adanya sosialisasi kesetaraan gender dan kesehatan reproduksi untuk masyarakat umum.
Koordinator tim NOKEN-GKII, Gaad Tabuni, mengungkapkan “Perempuan Papua punya peran signifikan dalam masyarakat. Selama ini mereka kekurangan akses dan kesempatan berbicara dan mengimplementasikan. Program ini menempatkan perempuan sebagai agen yang berdaya. Adanya sosialisasi gender juga membuka pikiran perempuan dan laki-laki untuk mengurangi ketidakadilan dan menghidupi kesetaraan gender. Terlebih, pengetahuan tetang kesehatan reproduksi masih dirasa kurang sehingga sosialisasi oleh pihak profesional sebagaimana difasilitasi program NOKEN sangatlah dibutuhkan.”
(Redaksi)