Berita Papua, Jayapura — mempertanyakan proses penarikan 90 kendaraan yang dilakukan oleh Sekretariat Dewan sebagai bagian dari penertiban administrasi aset yang diminta oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurutnya, penarikan kendaraan tersebut menimbulkan sejumlah pertanyaan, terutama karena adanya surat dari pimpinan DPR yang belum mendapat respons dari Pemerintah Provinsi Papua.
“Kurang lebih sudah 3 kali kami mengirim surat kepada Pemerintah Provinsi, namun tidak ada respons yang diberikan,” ujar Juliana Waromi diruang kerjanya, Rabu (12/2/2025).
Juliana menyoroti bahwa beberapa kendaraan yang ditarik ternyata telah dibagikan tanpa pemberitahuan kepada pihak Sekretariat Dewan.
Padahal kata dia, kendaraan-kendaraan tersebut tercatat sebagai aset DPR Papua.
“Setelah saya berbicara baik-baik dengan semua anggota dewan yang sudah purna tugas, semua aset itu dikembalikan,” tegasnya.
Juliana menjelaskan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 7 Tahun 2024 pasal 512 a, kendaraan yang atas nama pimpinan DPR dapat diserahkan kembali kepada pimpinan yang sudah purna tugas tanpa melalui proses lelang. Hal ini didukung oleh Surat Keputusan (SK) yang menjamin pengembalian kendaraan tersebut, asalkan pimpinan yang bersangkutan tidak pernah dijatuhi hukuman.
“Saya keberatan kenapa kendaraan yang sudah kami tarik ini harus dibagi-bagi tanpa pemberitahuan kepada kami. Kendaraan-kendaraan ini adalah aset DPR, dan kami juga membutuhkannya untuk menunjang operasional dan kegiatan dewan, bukan untuk kepentingan pribadi,” ungkapnya.
Juliana mengungkapkan bahwa proses penarikan kendaraan dilakukan berdasarkan arahan dari KPK untuk menertibkan aset.
Namun, ia menyayangkan bahwa dalam pelaksanaannya, hanya Sekretariat Dewan dan Kepolisian yang turun langsung, sementara pihak Aset Provinsi dan Inspektorat tidak terlibat.
“Kami sudah mengeluarkan SK yang melibatkan Inspektorat, Aset, Kejaksaan, dan Kepolisian. Tapi saat penarikan, hanya Sekretariat Dewan dan Kepolisian yang turun. Kami juga sudah melakukan pemberitahuan dan terus mengirim surat-surat kepada mereka,” jelasnya.
Juliana menegaskan bahwa tidak ada kendaraan baru yang ditarik, dan pimpinan serta anggota dewan yang sedang menjabat tidak mendapatkan kendaraan karena mereka telah menerima tunjangan transportasi. Padahal 90 di antaranya adalah kendaraan yang sebelumnya digunakan oleh anggota dewan yang sudah purna tugas.
“Kendaraan-kendaraan ini kami tarik sejak 2019, dan kami selalu merawatnya satu per satu. Saat ini, ada 4 mobil yang masih berada di kantor untuk digunakan oleh pimpinan atau anggota dewan saat ada kegiatan. Mobil-mobil ini sudah berusia sekitar 10-12 tahun,” paparnya.
Juliana mempertanyakan mengapa surat-surat dari pimpinan DPR tidak ditanggapi oleh Pemerintah Provinsi Papua.
“Surat ini dari pimpinan DPR, saya sebagai Sekwan hanya mengatur aset dan kendaraan. Saya minta kendaraan pimpinan dewan yang sudah purna tugas dikembalikan, sementara yang lain kami pakai untuk operasional di sini,” tegasnya.
Ia juga mengaku kecewa atas pemberitaan yang beredar terkait penarikan kendaraan tersebut.
“Saya merasa kecewa karena surat dari pimpinan dewan yang sudah 3 kali dikirim tidak ditanggapi,” ungkapnya.
Juliana berharap Pemerintah Provinsi segera merespons surat tersebut dan mengembalikan kendaraan-kendaraan yang menjadi aset DPR Papua agar dapat digunakan untuk menunjang kegiatan operasional dewan.
“Saya minta kembalikan kendaraan pimpinan dewan yang sudah Purna tugas dan yang lain kami pakai untuk operasional disini,” pungkasnya.
(Renaldo Tulak)